Seorang Ulama berkata, “Kemauan orang yang
makrifat (Arif) adalah memuji sedang kemauan orang zuhud (Zahid) adalah berdoa,
karena keinginan seorang Arif hanyalah pada (keridhaan) Rabb-nya, sedang
keinginan seorang Zahid adalah pada (kemanfaatan) dirinya.”
Dua kelompok
kaum muslimin, kaum Arifin dan kaum Zahidin bisa dikatakan telah mencapai
tingkat yang tinggi dalam keimanan dan ketakwaan, di atas umumnya kaum muslimin
seperti kita. Bisa jadi secara amalan lahiriah dan ilmu keislaman kelihatannya
tidak lebih baik (lebih banyak secara kuantitatif) dari ulama atau ustad yang
kita kenali, tetapi keadaan hati mereka itulah yang memperoleh penilaian lebih
di sisi Allah. Mungkin ini yang digambarkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau
memuji Abu Bakar RA di antara para sahabat lainnya, “Sesungguhnya Abu Bakar itu
lebih baik daripada kalian bukan karena lebih banyak shalatnya dan puasanya,
tetapi karena sesuatu yang ada di dalam hatinya…”
Orang Arif
adalah adalah orang yang telah mengenal (berma’rifat kepada) Allah dan selalu
dalam keadaan mengingat Allah. Dalam beribadah kepada Allah, tidak ada lagi
motivasi surga atau neraka, tetapi semata-mata karena cinta. Layaknya seorang
yang sedang jatuh cinta, tidak ada yang paling disukainya kecuali hanya memuji
dan mengagumi Dzat yang dicintainya. Dan tidak ada yang paling diharapkannya
kecuali Allah akan ‘menerima’ cintanya dan melimpahkan keridhaan-Nya.
Orang yang zuhud
adalah orang yang ‘berpaling’ dari hal-hal yang bersifat duniawiah. Tidak
selalu orang yang fakir atau miskin, tetapi orang kaya yang tidak disibukkan
dengan harta dan kehidupan dunianya termasuk dalam kaum zahidin. Nabi Sulaiman
AS yang memiliki harta berlimpah dan kekuasaan besar, termasuk terhadap bangsa
jin, binatang, bahkan angin, adalah seorang nabi yang zuhud. Tetapi yang paling
terkenal kezuhudannya adalah Nabi Isa
AS. Begitu zuhudnya beliau ini, sampai
ketika Iblis menuduhnya masih ‘memiliki’ dunia karena tidur berbantalkan sebuah
batu, beliau melemparkan batu tersebut dan tidak pernah berbantalkan apapun
ketika beliau tidur. Sedangkan Rasulullah SAW, bukan hanya seorang nabi yang
zuhud, tetapi juga yang paling ma’rifat kepada Allah SWT.
Orang yang zuhud
bisa dikatakan sebagai orang yang sangat memahami makna istirja’, yakni kalimat
‘Inna lillaahi wainnaa ilaihi raaji’un” (Sesungguhnya kita ini milik Allah dan
sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya), sebagaimana disitir dalam Al Qur’an
surat Al
Baqarah ayat 156. Mereka menyadari bahwa hal-hal duniawiah akan menyulitkan
atau bahkan jadi penghalang ketika akan kembali kepada Allah, karena itu mereka
‘memilih’ untuk berpaling darinya. Kalaupun ada bagian dunia yang dimiliki dan
diupayakannya, semata-mata untuk bekal dan penolongnya dalam beribadah dan
berdoa kepada Allah, sehingga meringankannya pada yaumul hisab kelak dan
akhirnya ia memperoleh derajad yang tinggi di sisi Allah.
Note:ni9,aks115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar