Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kalian
bergaul (bermajelis) dengan para Ulama, dan mendengarkan ucapan para Hukama,
karena Allah menghidupkan kembali hati yang mati dengan cahaya hikmah,
sebagaimana Dia menghijaukan tanah yang gersang dengan air hujan.”
Secara umum,
arti ‘ulama’ adalah orang-orang yang memiliki ilmu yang luas, khususnya ilmu pengetahuan
agama Islam. Tetapi secara spesifik, para ulama membaginya menjadi istilah
‘ulama’ dan ‘hukama’. Ada
juga yang menambahkan satu lagi, yakni ‘kubara’. Ulama adalah orang-orang
berilmu (alim) tentang hukum-hukum Allah (Fiqih), yang mengamalkan ilmunya dan
berhak memberikan fatwa-fatwa sehubungan hukum-hukum Agama yang bersifat lahiriah.
Sedang Hukama adalah orang-orang berilmu tentang Dzat Allah dan sifat-sifat
bathiniah dari amal lahiriah, dan lebih banyak berkecipung dalam hal akhlak dan
adab (tata-krama). Adapun kubara, adalah seseorang yang diberi anugerah Allah
sebagai ulama sekaligus sebagai hukama.
Dengan bergaul
dan bermajelis dengan para ulama, akan
terjaga dan selamatlah amal-amal ibadah kita. Kita akan mengetahui batasan
halal dan haram, sah dan tidaknya suatu amal ibadah, benar dan tidaknya suatu
muamalah, dan lain-lainnya. Tetapi dengan hanya ‘memegangi’ hukum-hukum fiqih
semata, akan terasa ‘kering (gersang)’ ibadah yang kita lakukan. Bisa saja
ibadah kita ‘sah’, tetapi mungkin saja ‘tidak diterima’ karena kita tidak
memperhatikan ‘tata kelola hati’ dalam menjalankan ibadah tersebut. Para hukama
itulah yang selalu memperhatikan ‘tata kelola hati’, atau sering disebut dengan
Manajemen Qalbu dalam pelaksanaan ibadah dan muamalah, bahkan dalam kehidupan
sehari-harinya.
Dengan
mendengarkan ucapan para hukama, akan selamatlah kita dari berbagai penyakit
hati, seperti takabur/sombong, ujub, merasa bersih diri dan lain-lainnya. Yang
membuat Iblis menjadi mahluk terkutuk dan terusir dari surga, bukanlah karena
ia tidak beribadah dan tidak beriman kepada Allah. Iblis yang saat itu masih
bernama Azazil, adalah jenis jin yang mempunyai ibadah dan pengenalan
(ma’rifat) kepada Allah yang sangat luar biasa, sehingga ia bisa mencapai
derajad yang tinggi di sisi Allah, melebihi para malaikat. Tetapi hanya karena
satu kesalahan, yakni bersikap sombong dan merasa lebih baik daripada Adam yang
baru saja diciptakan Allah, ia jatuh terpuruk pada derajad terbawah, bahkan
terkutuk hingga akhir zaman.
Nabi SAW
menegaskan pentingnya mendengarkan ucapan para hukama ini karena akan bisa
menghidupkan hati, seperti halnya tanah gersang yang kembali hijau dan segar
kembali karena turunnya hujan. Sebuah pembicaraan panjang lebar antara Nabi SAW
dengan sahabat Mu’adz bin Jabal berikut ini mungkin bisa memberikan gambaran.
Suatu malam
Mu'adz bermaksud menemui Rasulullah SAW, tetapi ternyata beliau sedang
mengendarai unta, entah hendak pergi kemana? Melihat kedatangannya, beliau
meminta Mu'adz naik ke belakang beliau, berboncengan berdua, untapun
melanjutkan perjalanan. Beliau memandang ke langit, setelah menyanjung dan
memuji Allah SWT, beliau bersabda kepada Mu'adz, "Wahai Mu'adz, aku akan
menceritakan suatu kisah kepadamu, jika engkau menghafalnya akan sangat berguna
bagimu. Tetapi jika engkau meremehkannya, engkau tidak akan punya hujjah
(argumentasi) di hadapan Allah kelak."
Nabi SAW
menceritakan, bahwa sebelum penciptaan langit dan bumi, Allah telah menciptakan
tujuh malaikat. Setelah bumi dan langit tercipta, Allah menempatkan tujuh
malaikat tersebut pada pintu-pintu langit, menurut derajat dan keagungannya
masing-masing. Allah juga menciptakan malaikat yang mencatat dan membawa amal kebaikan seorang
hamba ke langit, menuju ke hadirat Allah, yang disebut dengan malaikat
hafadzah.
Suatu ketika
malaikat hafadzah membawa ke langit, amalan seorang hamba yang berkilau seperti
cahaya matahari. Ketika sampai di langit pertama, malaikat hafadzah memuji
amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat
penjaga pintu langit pertama itu berkata, "Tamparkan amalan ini ke wajah
pemiliknya. Aku adalah penjaga (penyeleksi) orang-orang yang suka mengumpat (ghibah,
jawa: ngerasani). Aku ditugaskan untuk menolak amalan orang yang suka ghibah.
Allah tidak mengijinkannya melewatiku untuk mencapai langit berikutnya."
Maka para
malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.
Pada saat yang
lain, malaikat hafadzah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang sangat
banyak dan terpuji. Ia berhasil melalui langit pertama karena pemiliknya bukan
seorang yang suka ghibah. Ketika sampai di langit kedua, malaikat hafadzah
memuji amalan yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat
penjaga pintu langit ke dua itu berkata, "Berhenti!! Tamparkanlah amalan
ini ke wajah pemiliknya, sebab ia beramal dengan mengharap duniawiah. Allah
menugaskan aku untuk menolak amalan seperti ini dan melarangnya melewati aku
untuk mencapai langit berikutnya."
Maka para
malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.
Pada saat yang
lain lagi, malaikat hafadzah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang
sangat memuaskannya, penuh dengan sedekah, puasa dan berbagai kebaikan lainnya,
yang dianggapnya sangat mulia dan terpuji. Ia berhasil melalui langit pertama
dan kedua karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah dan tidak
mengharapkan balasan duniawiah.
Ketika sampai di
langit ke tiga, malaikat hafadzah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para
malaikat yang tinggal di sana.
Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke tiga itu berkata, "Berhenti!!
Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya!! Aku adalah malaikat penjaga kibr
(kesombongan), Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang suka
sombong (bermegah-megahan) dalam majelis. Allah tidak mengijinkannya melewati
aku untuk mencapai langit berikutnya."
Maka para
malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.
Saat yang lain
lagi, malaikat hafadzah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang
bersinar seperti bintang kejora, bergemuruh karena penuh dengan tasbih, puasa,
shalat, haji dan umrah. Ia berhasil melalui langit pertama, ke dua dan ke tiga
karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan
duniawiah dan juga tidak sombong.
Ketika sampai di
langit ke empat, malaikat hafadzah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para
malaikat yang tinggal di sana.
Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke empat itu berkata "Berhenti!!
Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya!! Aku adalah malaikat penjaga sifat
ujub (bangga diri). Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang
disertai ujub. Allah tidak mengijinkannya melewati aku untuk mencapai langit
berikutnya."
Maka para
malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.
Pada saat yang
lain, malaikat hafadzah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang sangat
mulia, terdiri dari jihad, haji, umrah dan berbagai kebaikan lainnya sehingga
sangat cemerlang seperti matahari. Ia berhasil melalui langit pertama hingga ke
empat, karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan
balasan duniawiah, tidak sombong dan juga tidak ujub dalam beramal.
Ketika sampai di
langit ke lima, malaikat hafadzah memuji amalan
yang dibawanya di hadapan para malaikat yang tinggal di sana. Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke
lima itu
berkata "Berhenti!! Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya!! Aku
adalah malaikat penjaga sifat hasud (iri dengki). Meskipun amalannya sangat
baik, tetapi ia suka hasud kepada orang lain yang mendapatkan kenikmatan Allah.
Itu artinya ia membenci Allah yang memberikan kenikmatan kepada orang yang
dikehendaki-Nya. Allah tidak mengijinkannya melewati aku untuk mencapai langit
berikutnya."
Maka para
malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.
Pada saat
lainnya, malaikat hafadzah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang
sangat sempurna dari wudhu, shalat, puasa, haji dan umrah. Ia berhasil melalui
langit pertama hingga ke lima,
karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan
duniawiah, tidak sombong, tidak ujub dalam beramal, dan juga tidak suka hasud
pada orang lain.
Ketika sampai di
langit ke enam, malaikat hafadzah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para
malaikat yang tinggal di sana.
Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke enam itu berkata, "Berhenti!!
Tamparkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat penjaga sifat
rahmah. Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang tidak pernah
mengasihani (bersikap rahmah kepada) orang lain. Bahkan jika ada orang yang
ditimpa musibah, ia merasa senang. Allah tidak mengijinkannya melewati aku
untuk mencapai langit berikutnya."
Maka para
malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.
Pada saat lain
lagi, malaikat hafadzah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba yang
bersinar-sinar seperti kilat menyambar dan bergemuruh laksana guruh
menggelegar, terdiri dari shalat, puasa, haji, umrah, wara’, zuhud dan berbagai
amalan hati lainnya. Ia berhasil melalui langit pertama hingga ke enam, karena
pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak mengharapkan balasan duniawiah,
tidak sombong, tidak ujub dalam beramal, tidak suka hasud pada orang lain, dan
juga seorang yang penuh kasih sayang (rahmah) pada sesamanya.
Ketika sampai di
langit ke tujuh, malaikat hafadzah memuji amalan yang dibawanya di hadapan para
malaikat yang tinggal di sana.
Tetapi malaikat penjaga pintu langit ke tujuh itu berkata, "Berhenti!!
Tamparkanlah amalan ini ke muka pemiliknya!! Aku adalah malaikat penjaga sifat
sum’ah (suka pamer). Allah menugaskan aku untuk menolak amalan orang yang suka
memamerkan amalannya untuk memperoleh ketenaran, derajad dan pengaruh terhadap
orang lain. Amalan seperti ini adalah riya', dan Allah tidak menerima ibadahnya
orang yang riya'. Allah tidak mengijinkannya melewati aku untuk sampai ke hadirat Allah SWT."
Maka para
malaikat yang menghuni langit itu melaknat pemilik amalan tersebut.
Pada saat
lainnya, malaikat hafadzah membawa ke langit, amal saleh seorang hamba berupa
shalat, puasa, zakat, haji, umrah, akhlak mulia, pendiam suka berdzikir, dan
beberapa lainnya yang tampak sangat sempurna. Ia berhasil melalui langit
pertama hingga ke tujuh karena pemiliknya bukan seorang yang suka ghibah, tidak
mengharapkan balasan duniawiah, tidak sombong, tidak ujub dalam beramal, tidak
suka hasud pada orang lain, seorang yang penuh kasih sayang (rahmah) pada
sesamanya, dan juga tidak suka memamerkan amalannya (sum’ah). Para
malaikat dibuat terkagum-kagum sehingga mereka ikut mengiring amalan itu itu
sampai di hadirat Allah SWT.
Ketika amal
tersebut dipersembahkan malaikat hafadzah, Allah berfirman, "Hai malaikat
hafadzah, Aku-lah yang mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk Aku
tetapi untuk selain Aku, bukan diniatkan
dan diikhlaskan untuk-Ku. Aku lebih mengetahui daripada kalian, dan Aku laknat
mereka yang menipu orang lain dan menipu kalian (malaikat hafadzah, dan
malaikat-malaikat lainnya yang menganggapnya sebagai amalan hebat), tetapi Aku
tidak akan tertipu olehnya. Aku-lah yang mengetahui hal-hal ghaib, Aku
mengetahui isi hatinya. Yang samar, tidaklah samar bagi-Ku, Yang tersembunyi,
tidaklah tersembunyi bagi-Ku. Pengetahuan-Ku
atas segala yang telah terjadi, sama dengan Pengetahuan-Ku atas segala
yang belum terjadi. Ilmu-Ku atas segala
yang telah lewat, sama dengan Ilmu-Ku atas segala yang akan datang.
Pengetahuan-Ku atas orang-orang yang terdahulu, sama dengan Pengetahuan-Ku atas
orang-orang yang kemudian. Aku yang paling mengetahui segala sesuatu yang samar
dan rahasia, bagaimana bisa hamba-Ku menipu dengan amalnya. Bisa saja mereka
menipu mahluk-Ku tetapi Aku Yang Mengetahui hal-hal yang ghaib….tetaplah
laknat-Ku atas mereka…!!"
Tujuh malaikat
di antara tiga ribu malaikat juga berkata, "Ya Allah, kalau demikian
keadaannya, tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas mereka….!!"
Kemudian para
malaikat dan seluruh penghuni langit berkata, "Ya Allah, tetaplah laknat-Mu dan laknat orang-orang
yang melaknat atas mereka…!!"
Begitulah,
panjang lebar Nabi SAW menceritakan kepada Mu'adz bin Jabal, dan tanpa terasa
ia menangis tersedu-sedu di boncengan unta beliau. Ia berkata di sela
tangisannya, "Ya Rasulullah, bagaimana aku bisa selamat dari semua yang
engkau ceritakan itu??"
"Wahai
Mu'adz, ikutilah Nabimu dalam masalah keyakinan!!" Kata Nabi SAW.
"Engkau
adalah Rasulullah, sedangkan aku hanyalah Mu'adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa
selamat dan terlepas dari semua itu…" Kata Mu'adz.
"Memang
begitulah,” Kata Nabi SAW, “Jika ada kelengahan dalam ibadahmu, jagalah lisanmu
agar tidak sampai menjelekkan orang lain, terutama jangan menjelekkan
ulama….."
Panjang lebar
Nabi SAW menasehati Mu'adz bin Jabal, yang intinya adalah menjaga lisan dan
hati, jangan sampai melukai dan menghancurkan pribadi orang lain. Akhirnya
beliau bersabda, "Wahai Mu'adz, yang aku ceritakan tadi akan mudah bagi
orang yang dimudahkan Allah. Engkau harus mencintai orang lain sebagaimana
engkau menyayangi dirimu. Bencilah (larilah) dari sesuatu yang engkau
membencinya (yakni, akibat buruk yang diceritakan Nabi SAW di atas), niscaya engkau akan selamat…!"
Rasulullah SAW
tahu betul bahwa Mu'adz bin Jabal sangat mengetahui hukum-hukum Islam (Fikih),
yang pada dasarnya bersifat lahiriah. Dengan menceritakan kisah tersebut,
beliau ingin melengkapi pengetahuan dan pemahamannya dari sisi batiniah,
sehingga makin sempurna pengetahuan keislamannya. Dan tak salah kalau kemudian
Nabi SAW pernah bersabda, "Mu'adz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama
di hari kiamat….!"
Note: ni3,ma