Sebagian
Ahli Zuhud berkata, “Barangsiapa berbuat dosa sambil tertawa, maka Allah akan
melemparkannya ke neraka dalam keadaan menangis. Dan barangsiapa berbuat taat
sambil menangis, maka Allah akan memasukkannya ke surga dalam keadaan
tertawa..!!”
Pada
dasarnya, barangsiapa melakukan perbuatan dosa dan ia tidak bertaubat, atau
Allah tidak memberikan maghfirah kepadanya sampai ia menemui kematiannya, dan
pada yaumul hisab ia tidak memperoleh syafaat, maka Allah akan melemparkannya
ke neraka karena dosa-dosanya tersebut. Begitupun, barangsiapa melakukan
perbuatan taat dan kebaikan, walau mungkin perbuatan taatnya itu tidak/belum
sempurna, baik dari sisi lahiriah (tata aturan fiqihnya) atau sisi batiniah
(misal tentang keikhlasannya, dll), tetapi Allah menerima amal perbuatannya
tersebut, maka Allah akan memasukkannya ke surga karena ketaatannya tersebut.
Apa yang
dinasehatkan sebagian ahli zuhud tersebut adalah kondisi yang ‘keterlaluan’
dari seseorang. Seharusnya, seseorang yang bermaksiat itu menangis dan menyesal
agar memperoleh ampunan dan maghfirah Allah. Tetapi ini tidak, justru ia
tertawa dan ‘bersenang-senang’ ketika melakukan perbuatan maksiat, seolah
membanggakan perbuatannya tersebut, seolah ia menantang siksa yang diancamkan
Allah dan Rasulullah SAW, baik di dalam
Al Qur’an ataupun hadist Nabi SAW. Dan di zaman akhir hal itu banyak
terjadi, bahkan juga dilakukan oleh orang-orang yang mengaku (ber-KTP) beragama
Islam.
Tertawa
adalah hal manusiawi sebagai ungkapan perasaan yang wajar terjadi karena
beberapa kondisi. Tetapi tertawa ketika melakukan perbuatan maksiat (dosa)
seharusnya tidak terjadi, bahkan untuk sesuatu hal yang mubah saja, terkadang
Nabi SAW melarang untuk tertawa yang berlebihan. Suatu ketika Beliau SAW
berangkat ke masjid dan di perjalanan mendapati beberapa orang sedang berkumpul
sambil berbincang dan tertawa terbahak-bahak Beliau menghampiri mereka dan
mengucap salam. Setelah mereka membalas salam, beliau bersabda, “Perbanyaklah
kalian mengingat sesuatu yang ‘memutuskan kelezatan’ (haadzimil ladzdzaat)!!”
Salah
seorang sahabat berkata, “Apakah haadzmil ladzdzaat, ya Rasulullah??”
Nabi SAW
bersabda, “Al Maut (yakni, kematian)!!”
Seketika
para sahabat tersebut terdiam, dan Nabi SAW meninggalkan majelis mereka. Belum
jauh berjalan lagi, beliau melihat sekumpulan sahabat lainnya juga tengah
berbincang-bincang dengan tertawa-tawa. Beliau segera menghampiri mereka dan
mengucap salam. Setelah mereka menjawab salam, beliau bersabda, “Ingatlah, demi
Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kalian mengetahui
sebagaimana apa yang aku ketahui, tentulah kalian akan sedikit tertawa dan
lebih banyak menangis!!”
Salah
seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing pada
(saat dekat) hari kiamat tersebut??”
Beliau
bersabda, “Yaitu orang-orang yang apabila masyarakat berada dalam kerusakan,
maka orang-orang itu berusaha untuk memperbaikinya!!”
Kembali
pada nasehat ahli zuhud di atas, seseorang yang telah melakukan ketaatan sudah sepantasnya
kalau ia bergembira, karena telah memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya
atau menghindari larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya. Tetapi pada kondisi
yang ‘keterlaluan’ (dalam arti lebih baik), seseorang itu justru menangis setelah
melakukan ketaatan, baik karena alasan/kondisi lahiriah, terlebih lagi karena
kondisi batiniah. Walau badan fisiknya telah beribadah misalnya, tetapi ia
merasa masih banyak kekurangan dalam sikap batiniahnya. Pikirannya
melayang-layang entah kemana tidak tertuju kepada Allah, tidak sepenuhnya
ikhlas tetapi masih ada motif-motif duniawiah dan juga pujian mahluk lainnya,
makanan dan pakaiannya masih mengandung hal-hal yang haram atau syubhat, bahkan
sedikit sekali atau tidak ada dari bagian halalnya, dan lain-lainnya, yang
biasanya menyangkut adab (tata-krama) batiniah. Semua itu membuatnya menangis
setelah melakukan ketaatan kepada Allah.
Seperti
halnya tertawa, menangis merupakan ungkapan dan luapan perasaan yang sifatnya
manusiawi. Bukan hanya karena kesedihan dan musibah, terkadang ketika seseorang
merasakan kegembiraan dan kesenangan yang luar biasa, justru ia menangis tanpa
ia bisa mengontrol dan menghentikannya. Baru setelah perasaanya mereda,
tangisan karena kegembiraan bisa dikuasainya (dihentikannnya).
Menangis ketika melakukan kebaikan
dan ketaatan, atau ketika tafakkur kepada Allah adalah sesuatu yang luar biasa,
bahkan ada pahala dan derajad tersendiri karena tangisan tersebut. Rasulullah
SAW bersabda, “Tidak ada air mata yang berlinang (karena takut kepada Allah),
melainkan Allah mengharamkan neraka untuk membakarnya. Dan apabila air mata itu
menetes pada wajah orang itu, maka wajahnya tidak akan tertutupi debu hitam dan
tidak juga kehinaan (pada hari kiamat kelak). Tidak ada suatu amal kebaikan
kecuali ia akan memperoleh pahala selain (yang bukan) pahala air mata tersebut,
karena sesungguhnya air mata itu dapat memadamkan lautan-lautan api neraka. Dan
seandainya ada seseorang yang menangis di tengah-tengah suatu umat karena takut
kepada Allah, niscaya Allah akan mengasihani umat itu karena tangisan orang
tersebut.
.
Note:ni8,tg1-318,tg2-411