Sufyan
ats-Tsauri rahm berkata, “Setiap maksiat yang timbul dari syahwat, dapatlah
diharapkan ampunannya. Tetapi kedurhakaan yang timbul dari sikap sombong tidak
dapat diharapkan ampunannya, karena kedurhakaan Iblis berpangkal dari
kesombongan, sedang kesalahan Nabi Adam AS berpangkal dari syahwat.”
Dosa dan kemaksiatan yang dilakukan
oleh manusia dapat dibagi dua, yakni dosa yang diakibatkan oleh perbuatan
lahiriah, dan diakibatkan oleh perbuatan hati (batiniah). Dosa lahiriah terjadi
karena seseorang melanggar/mengerjakan apa yang dilarang oleh hukum agama
(Fikih Islam), atau meninggalkan/melalaikan apa yang diperintahkan dalam hukum
agama (Fikih Islam). Sedang dosa batiniah terjadi karena melakukan suatu
perbuatan yang melanggar/menyimpangi akidah dan akhlak (tata krama), walau
mungkin secara logika tidak salah dan tidak tampak secara lahiriah.
Dosa lahiriah misalnya adalah tidak
shalat fardhu, tidak berpuasa Ramadhan, menyakiti orang tua, riba, berzina,
membunuh orang tanpa hak, minum arak atau sejenisnya, dan lain-lainnya. Dosa
batiniah misalnya bersikap hasad dan dengki, riya dan sum’ah, mendendam, dan
banyak lainnya, serta dosa ‘tertua’ yang dilakukan iblis, kesombongan.
Sebagaimana nasehat Sufyan ats
Tsauri rahm (Rahimatullah) tersebut di atas, orang yang berdosa secara lahiriah
semisal memperturutkan nafsu syahwat, baik syahwat perut seperti Nabi Adam AS
ketika makan buah pohon kayu (Iblis menyebutnya buah khuldi, buah keabadian di
surga), atau syahwat lainnya, masih mudah diharapkan ampunannya. Setelah
melakukan dosa tersebut, selalu ada di suatu saat atau di suatu tempat atau di
suatu kesempatan dan kondisi, hati nurani (umum menyebutnya hati kecil) orang
tersebut akan mengingatkan perbuatan dosanya itu dan mendorongnya untuk meminta
ampunan kepada Allah. Hanya saja pertarungan antara nafsu dan hati nuraninya
yang menentukan, apakah ia akan ‘mengikuti’ peringatan tersebut atau tidak.
Sementara dosa batiniah, seperti
kesombongan Iblis dan Fir’aun misalnya, sulit sekali seseorang itu menyadari
kalau sedang melakukan suatu perbuatan dosa. Ketika Iblis menolak untuk
bersujud kepada Nabi Adam AS, ia berdalih bahwa dzat penciptaannya, yakni api lebih
baik daripada dzat penciptaan Nabi Adam AS, yakni tanah liat. Apalagi saat itu
status dan derajad Iblis, yang saat itu masih bernama Azazil (nama Iblis
disematkan setelah Azazil mendapat kutukan Allah), melebihi para malaikat. Para malaikat mengagumi kesalehan dan ketekunan
ibadahnya, kepandaian dan tingkat ma’rifatnya sehingga memperoleh derajad yang
tinggi dan kedekatan (taqarrub) kepada Allah melebihi mereka semua.
Azazil sebenarnya dari golongan
jin, tetapi bisa dikatakan ia jin yang zuhud (pertapa) dan saleh, yang lebih
banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT. Ketika kaumnya
dari bangsa jin banyak berbuat kerusakan di muka bumi, ia makin gencar
beribadah dan taqarrub kepada Allah. Ia pun dinaikkan ke langit bumi
(samaa’ad-dunya), dan dengan makin tekunnya beribadah, ia terus naik ke
lapis-lapis langit berikutnya, hingga dekat dengan singgasana Allah, dan
mendapat kepercayaan menjaga kunci-kunci surga. Diperlukan ribuan tahun,
sebagian riwayat menyebut 80 ribu tahun dalam peribadatan tanpa terputus,
hingga Azazil memperoleh derajad yang seperti itu. Dalam keadaan seperti itu,
Allah memerintahkannya untuk bersujud kepada Nabi Adam AS yang baru saja
diciptakan, dan timbullah kesombongan dalam hatinya, hingga menolak perintah
Allah tersebut. Kata ‘Ana khoirun minhu’ (saya lebih baik daripada dia) yang
diucapkannya, mungkin tidak hanya mewakili dzat penciptaannya saja, tetapi juga
berbagai kelebihan lain yang dimilikinya. Bisa jadi banyaknya ibadah,
ma’rifatnya kepada Allah, ketinggiannya di antara malaikat, keilmuannya dan
lain sebagainya.
Dosa-dosa batiniah itu terkadang
tidak muncul (terekpresikan) dengan nyata, bahkan yang terlihat kebalikannya. Bisa
jadi seseorang terlihat khusyu dan tawadhu’ tetapi hatinya dipenuhi kesombongan
(kibr), ujub dan syum’ah. Mungkin ia terlihat sangat dermawan, tetapi
sebenarnya hatinya bakhil, pemberiannya dimotivasi oleh ketamakan, memperoleh
hasil (harta) yang lebih banyak, penghormatan, derajad/jabatan dan pujian dari
orang lain. Karena itulah seseorang yang mengidap ‘dosa batiniah’, terkadang
merasa tidak bersalah, sebaliknya mengaku telah berbuat kebaikan sebagaimana
diperintahkan agama. Semua itu terjadi karena ia kurang ‘teliti’ dalam
mengamati niat dan motivasi hatinya, sehingga keikhlasannya dalam berbuat dan
beramal sangat sedikit, atau bahkan sama sekali tidak ada.
Pada zaman Nabi Musa AS, Iblis
sempat terbersit untuk taubat. Mungkin ia teringat akan masa-masa sebagai
Azazil yang begitu tekun dan ‘asyik’ beribadah kepada Allah, sebagaimana
dilakukan oleh Nabi Musa dan Nabi Harun beserta sebagian umatnya. Karena itu
Iblis menemui beliau dan meminta tolong untuk menanyakan kepada Allah SWT,
apakah kalau ia bertaubat saat itu akan diterima. Maka Beliau AS mendaki ke
bukit Thursina untuk menyampaikan pertanyaan Iblis tersebut, dan Allah
menjanjikan menerima taubatnya, dengan syarat ia mau bersujud di makam Nabi
Adam AS. Begitu Nabi Musa AS menyampaikan syarat taubatnya tersebut, muncul
lagi kesombongan Iblis. Ia berkata, “Ketika masih hidup saja aku tidak sudi
bersujud kepadanya, apalagi sekarang ini ketika ia telah mati dan terkubur di dalam tanah…!!”
Note:ni7ts42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar